18 August 2009

Lorong yang Kaku, Dingin, dan Berantakan

Hidup di tengah kota besar menyajikan banyak pilihan. ada saat egoisme mendominasi. ada kala roh kesadaran menyatu dalam jasad kita, menutupi-menjadi tirai ego. Bandung tidak pernah sunyi. ada yang memilih hidup di siang hari, ada yang memilih hidup di malam harinya, bahkan kebanyakan memang kedua-duanya, memilih hidup di dua masa, siang dan malam. setiap orang punya dunianya sendiri. terkadang aku mendesak diriku untuk memasuki dunia orang lain. mungkin ingin merasakan dunia mereka ataukah hanya sekedar cemburu dan mungkin mungkin yang lain. Setelah aku bertualang kedalam sebuah kehidupan yang sangat ekstrim, dari sanalah aku belajar banyak tentang makna hidup, tentang mengapa orang memilih ingin hidup di masa yang mana. Tepat enam bulan yang lalu, aku hidup di balik jerusi besi. tak pernah terbayang sebelumnya aku harus melangkahi garis itu.garis batas sebuah kehidupan. sebuah lorong perjalanan yang kaku, dingin, dan berantakan. aku harus mengalami ini. mengapa? salahkah aku setelah bertanggung jawab pada korban kecelakaan malam itu? salahkah aku setelah mengobati mereka? Ah, itu semua tidak lebih penting dibanding berpikir. berpikir untuk menang atas rasa takut menjalani semua ini. lupakan gedung bertingkat, pepohonan hijau, cahaya di jalan-jalan. hanya dinding yang kumuh, terali besi yang berkarat yang menjadi pandangan. tidur diselimuti kedinginan dan cahaya remang-remang. saat orang lain menjalani hidup seperti biasa. aku, jiwaku, dan pikiranku harus bertahan hidup dalam lorong yang kaku, dingin, dan berantakan.

1 Comment:

  1. bertahan hidup dalam lorong yang kaku,dingin dan berantakan, ingtalah sobat tak selamanya gidup seperti itu,kelak pasti akan kau rasakan hidup di lorong yang nyaman dan rapi

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...