19 August 2009

Hanya Rangka Biasa

Udara sangat dingin malam ini, tubuhku yang mungil ini tidak cukup kuat bertahan lama di udara sedingin malam ini. Saat aku berjalan di emperan toko-toko, aku melihat seorang pria paruh baya dengan jaket kulit lusuhnya duduk meringkuk. Ia terlihat tidur dengan pulas. boleh jadi, hatinya sungguh berkecamuk. menggigilnya tertutupi oleh ketenangan. huft, kasian. maka saat kesombongan merajai diri, banyak pikiran terlintas. Menilai seorang pria paruh baya. Menilai seorang yang dalam penantian untuk pagi, menanti matahari. Aku memang angkuh. Keangkuhanku mengalahkan rasa iba pada diri, untuk orang lain. Namun, aku juga merekam posisi, aku hanya manusia biasa. Tak ada yang istimewa pada diriku. Ya, aku hanyalah orang biasa yang tidak sanggup menjangkau kelebihan orang lain. Buat apa meremeh, meski hanya dalam hati. aku punya kelemahan, pada saat yang sama adalah kelebihan bagi orang lain. Aku punya kelebihan, pada saat yang sama adalah kekurangan pada orang lain. Menilai diri sendiri adalah sah. Tapi jangan berlebih. Secukupnya saja. Melampaui adalah sombong. Maka meremeh adalah memuji diri. Tersadar, diam adalah pilihan. tersadar, bicara kadang kala dibutuhkan. Memahami diri adalah nilai unik yang mesti. Bukan pasar yang bisa ditawar bukan pula market dengan harga mati. Lentur dalam kondisi. Jasad punya ruh sebagai nilai. Ruh mendiami tubuh agar bernilai. Kala ruh tidak identik dengan nilai. Aku hanya rangka biasa. Hina, sampah. Sombong mendaki puncak keangkuhan. Tiada yang lebih hebat. Tunggal dalam kelebihan. Meremeh yang jamak. Aku mesti merendah karena aku hanya biasa. Tapi dengannya, aku bukan sekedar rangka biasa.

1 Comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...